Date: Monday,17 march 2012, 12:04
Hon, ada beberapa urusan yang
urgent, jadi minggu depan kita cancel ja
yah,,,
Love you
Aku
memandang layar komputerku dengan perasaan
tak menentu, ini bukan kali pertama aku jadi yang kedua diantara semua
orang sekelilingnya, tapi ini sudah keterlaluan, apa dia sama sekali tidak
merindukan aku, apa hanya aku yang memiliki perasaan padanya.
“say, kamu
ngak makan ?” erina menjoel pundakku
“oh aku ada
janji ma temen ku”aku segera mematikan monitor komputerku, hingga erina mengeluarkan bunyi cit, yang aku
sadar itu cirri khas erina jika sedang terkejut
“kenapa,
udah lupa caranya matiin computer dengan
benar?”tanyanya sambil memandang
aneh padaku, yang kuanggap sebagai dukungan untuk melakukan hal yang lebih aneh
lagi, aku segera menekan tombol cpu,
“ini baru
yang benar”jawabku puas sambil melirik kea rah erina yang hanya tersenyum
sinis, sambil menepuk pundakku dan berlalu pergi.
Sebuah sms
dari nita, semakin mempercepat langkahku. Dengan kepala kosong tanpa berpikir
apapun aku sudah sampai di sebuah mall yang lumayan jauh dari kantorku. Sebuah peragaan bridal dengan merk terkenal segera menarik perhatianku. Aku ingin sekali
berjejal dengan wanita muda yang sibuk mengkritik setiap busana yang dipakai oleh para model. Ada sebuah stan yang khusus
memberikan diskon hingga 50%. Sebagai wujud syukur dari sang desainer yang mampu
mempertahankan brandnya selama 25 tahun. Tapi sesuatu menahan langkahku, ketika
kulihat seorang wanita yang tak asing bagiku ikut berpartisipasi di stan
tersebut. Dengan gaya yang lincah dia berjalan mengambil setiap helai gaun
pengantin yang dirasa cocok untuk dicobanya. Jantungku berhenti sesaat apakah ini waktunya, bathinku bertanya, yang langsung diiyakan oleh otakku.
“where are
you?”suara nita langsung terdengar kesal
ketika mengangkat tlp darinya
“aku udah
sampai, tunggu sebentar” jawabku langsung mematikan hapeku
Nita segera
malambai ketika aku memasuki sebuah resto
bernuansa minimalis
“lama
banget” katanya sebelum aku mendaratkan pantatku di sofa
“biasa,
kerjaan” balasku sekenanya
“selalu” katanya
sambil jarinya sibuk memainkan sedotan jus sirsak
“gimana
kabarmu, kayaknya baik –baik aja”aku
tersenyum padanya
“yah gitu
deh, eh aku udah pesenin kamu makan plus
capucinno, kamu suka kan?” tanyanya segera ketika aku melambai tangan untuk
memanggil para waitress yang sibuk mondar – mandir membawa nampan
“waww kamu pesenin aku apa?” tanyaku sambil melipat
kedua tanganku
“tuh udah
datang” kata nita menunjuk seorang
waitress membawa nanpan, aku segera
meng-yes ketika melihat menu yang di pesan nita tau aja dia aku pengen chapcay
“bagaimana
sama rencana back to school mu “kataku sambil memasukkan suapan pertamaku
“yah udah
diterima sih proposal aku” nita mengaduk jusnya
“wahh,,selamat
yah” hidup memang lucu, dari dulu aku
selalu mengharapkan untuk dapat melanjutkan sekolah seinggi –tinginya, tidak
hanya stak sampai di s1, sementara nita terlihat ogah –ogahan setiap kali aku
menyinggung rencana melanjutkan
sekolah, tapi sekarang justru dialah yang melanjutkan sekolahlah.
“kamu kapan
mau nyusul aku?” nita bertanya dengan nada serius
“hmm,,kapan
yah? Mungkin nanti atau ngak sama sekali haha” aku tertawa nyinyir untuk diriku
sendiri
“kamu
selalu gitu, setiap aku serius kamu becanda”
nita berkata dengan bosan
“hahaha, eh kamu
ngak pesen makan? “ tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan serius aku
yakin jika aku terus meladeni nita, acara makan siangku bisa rusak
Nita
menghel napas, lalu ia meraih sesuatu dari dalam tasnya, sebuahh kotak
kayu berbentuk kubus, disodorkannya padaku
“apa ini?
Oleh – oleh ?” aku segera membuka kotak cream yang berukiran abstrak,
didalamnya terdapat satu set perhiasan wanita
dengan bentuk yang indah
“itu dari ivan, kemarin
dia minta aku temenin dia nyari kado buat kamu, kirain baju, buku atau
tas eh ngak taunya mas kawin di beli” terjadi
jeda ketika nita mengunyah capcayku
“emm enak yah,, aku pengen pesen
juga” kata nita sambil bersiap
memasukkan suapan kedua
“sebenarnya ada something, yang harus kamu tau” deg seketika aku merasa ada sesuatu yang
buruk akan menimpaku
“kemarin aku ke gap sama nyai,
pas aku milih milih tuh perhiasan
hebatnya ivan lansung tanggap dia
jelasin gitu sama nyai kalau dia kebetulan ketemu aku terus bantu nyari kado gitu buat nikahan mia,
hmm jago juga dia buat cerita secepat itu”
“dia percaya” sedikit ada
ketakutan pada suaraku, nita menatapku
12 tahun bersama –sama dia pasti mengerti ketakutanku
“aku ngak begitu yakin tapi
sepertinya dia percaya, meskipun dia sedikit jaga jarak sama aku”
Aku mengendarai mobilku dengan
pikiran penuh, kotak berbentuk kubus itu kuletakkan dengan pasra di sampingku,
sepintas ada sedikit kebahagiaan ketika
aku menatapnya tapi persaanku sedikit terusik dengan perkataan nita sebelum
kami berpisah “aku ngak gitu ngerti pasti sama perasaanku , ada sedikit
penyesalan, kayak ada kaca besar pas aku ngeliat nyai, aku pernah diposisinya,
sakit banget kamu taukan?” aku tidak menjawabnya kubiarkan nita melanjutkan
perkataannya “putus sekarang itu lebih baik
daripada nanti, dan sakitnya kamu ngak akan sesakit pas kamu habis waktu
sama ivan” kata nita matanya berkaca –kaca, aku tau dia begitu peduli
padaku. Nita bukanlah orang yang suka
mencapuri urasan orang lain, dia adalah
orang yang bisa kupercaya. Dia selalu mendukungku, namun untuk masalah
percintaan segitigaku, nita hanya diam. Dia tidak menjudge seperti kebayakan orang karena berselingkuh
dengan tunangan wanita lain aku sadar dengan diamnya dia, berarti dia tidak
mendunkungku, dia hanya mencoba memahami, bahwa bukan cinta yang salah hanya
situasi saja yang jauh dari keditakberuntunganku. Namun sepertinya pertemuannya
dengan nyai menyentuh sisi wanitanya, sebagai wanita yang pernah diduakan dia
tahu betul bagaimana rasanya penghianatan, maka aku tidak membencinya karna menyuruhku
untuk memutuskan hubungan dengan ivan.
Getar dihpku sedikit
mengangetkanku, my lovely tertera di layarnya
“yah beb , kataku setelah memasang
hadset di telingaku dan menepikan mobilku
“udah dapat hadiah dari aku” kata
suara baritone itu
“udah, aku suka, tapi apa ini ngak berlebihan” aku
melirik kotak cream itu
“ngak da
yang berlebihan kalo buat kamu” jawabnya, aku hanya tersenyum
“aku
kangen kamu beb, apa kamu ngak da waktu
buat ketemu aku” aku mengigit bibir bawahku
“aku
juga kangen, tapi kamu harus ngertilah, aku ngak bisa
“apa
satu hari aja ngak bisa” aku segera menyelanya
“kamu
harus mengerti saat seperti ini, kita pasti akan bertemu” dia menjelaskan
dengan sabar, seperti biasa,
“sampai
kapan aku harus mengerti, aku selalu jadi prioritas sekian buat kamu” kataku membuka
isi kepalaku
“yah
ampun, beb harus berapa kali sih aku bilang ke kamu aku juga pengen ketemu, aku
juga kangen, tapi situasinya ngak memungkinkan,
“tapi
kamu sudah janji sama aku” aku membentaknya untuk pertama kalinya, dia diam
sejenak, aku yakin dia tidak menyangka aku bisa sekasar itu padanya tapi aku
tidak peduli, emosiku sudah di ubun –ubun
“selama
kita beda kota, kamu selalu ketemu dia, kenapa satu hari aja ngak bisa padahal
kita udah satu kota, kamu ngak adil van” airmataku sudah hampir tumpah tapi aku
menahannya, dan dia lagi – lagi tidak menyahutiku “kamu kan sudah janji van, minggu ini kamu
bakal temenin aku seharian” airmataku mulai tumpah
“iyah
makanya aku minta maaf, aku ngak tau sama sekali kalau ada rencana ibu barbeqyu
sama keluarganya ista, kalo aku ngak da di situ apa kata mereka nanti” dia
memelankan suaranya, memcoba membuatku mengerti. Tapi tetap saja aku tidak
memahami, bukannya selama ini aku yang banyak berkorban, untuk apa sekarang aku
harus mengerti.
“aku
ngak mau tahu, pokoknya minggu harinya aku sama kamu” kataku dengan nada
mengancam, ivan menghela nafas dengan berat. “ maaf” katanya perlahan,
airmataku tumpah ruah seketika, aku menggigit bibir bawahku. tanpa berfikir dua
kali aku menarik headset dari kupingku, aku benar –benar kecewa dengan jawaban
ivan. Sekitar hamper 2 tahun aku menjalin cinta rahasia dengannya, ivan adalah
pria yang selama ini aku harapkan dia seperti jawaban dari doaku, dia menarik
meski tidak tampan, pekerja keras, romantic di saat- saat tidak terduga, dan
cara berfikirnya yang dewasa. Hanya saja aku bertemu dengan dia ketika dia
sudah menjalin kasih dengan ista. Perempuan yang sudah dipacarinya sejak
sma, kata ivan ista termasuk wanita yang
bisa diandalkan, hanya saja sifat over protectif yang dimiliki ista sering kali
membuat ivan jenuh. Nita juga mengakui itu, ista selalu mencembrui setiap
wanita yang dekat dengan ivan, sampai –sampai teman wanita ivan tidak ada yang
mau menumpang mobil dengan ivan. Perkenalanku dan ivan terbilang cukup singkat,
nita yang memperkenalkan kami saat ulang tahun nita. Tidak ada kesan istimewa
yang kutangkap dari sosok ivan saat itu. Dan hari hari berikutnya aku sudah
melupakan perkenalanku dengannya. Sampai ketika
aku membuka twitter ada 3 orang yang memfolowku, 2 teman sma, dan ivan. Aku cukup terkejut tapi aku menfolback juga.
Sejak hari itu entah siapa yang duluan memulai aku dan ivan jadi dekat. Ketika aku sedang jenuh dengan pekerjaanku,
ivan selalu ada menjadi menjadi teman curhat yang menyenangkan. Dia memberikan
perhatian layaknya seorang teman. Nita yang mengetahui kedekatanku dengan ivan
saat itu hanya memandangku sambil memperingatkanku bahwa ivan sudah memiliki
tunangan yang begitu posesif, jadi jangan terlalu dekat dengan ivan karena sama
saja mencari perkara. Tapi aku tak peduli bukankah aku hanya berteman dan aku
menikmati persahabatanku?. Sampai akhirnya jalinan itu terjadi begitu saja,
entah siapa yang memulai. Tanpa ada kata cinta atau makan malam romantic
komitmen itu terjadi begitu saja. Bukannya
aku bersikap buta bahwa aku tidak mengetahui ivan sudah memiliki tunangan.
Hanya saja saat itu aku merasa aku tidak bisa berpisah, aku sudah bergantung
lebih dari yang kukira pada ivan. Makanya aku tidak keberatan jadi yang kedua,
aku juga sadar, sedalam dan selama apapun hubunganku dengan ivan, dia telah
menentukan pilihan ikrarnya hanya untuk seorang wanita, dan itu bukan aku.
Aku
menangis di dalam mobilku, yang kuparkir dengan asal di dekat taman bermain.
Beberapa kali aku mendengar hpku berdering. Pasti dari kantor. Aku menyibakkan
rambutku yang basa terkena airmata. tidak mungkin rasanya kembali ke kantor
dalam keadaan mengenaskan seperti ini,
mata sembab, hidung penuh dengan cairan dan tentu saja pikiran kacau.
Setelah mampu menguasai diri, kutengok hpku
ada 5 panggilan tak terjawab dari erina, beserta dengan bbm plus ping pingan
dari erina. segera kubalas bbmnya mengatakan aku tidak bisa kembali ke
kantor
Pantai
parangtritis, tampak begitu lusuh dimataku, padahal suasanya subuhnya lumayan
indah. Aku menengok jam pukul 4.00 wita, sejak aku tiba semalam di Yogyakarta,
tidak semenit pun aku memajamkan mata. Hpku kunonaktifkan, aku benar
–benar ingin cuti kali ini tidak ada
yang mengganguku, terlebih nita. Sebuah undangan berwarna merah marun di
depannya terlihat photo ivan dan ista dengan senyum lebar memperlihatkan
kebahagiaan, masih saja kugengam sambil
mengelilingi pantai dengan kepala kosong.
“aku minta maaf” dia kembali
mengulangi kalimatnya. Masih dengan tatapan sendunya dan itonasi suara yang sama. Jelas aku merasakan
ketulusan pada ucapannya. Tapi lagi – lagi aku hanya mampu meneguk kopiku,
tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata. Ini pertemuan pertamaku setelah kami
bertengkar hebat 2 minggu yang lalu. Ivan datang ke kantorku, mengagetkan aku
yang masih kekueh pada gengsiku. Selama perjalan kami tidak mengobrolkan
apapun, meskipun aku begitu ingin menyentuhnya. Sementara dia dengan wajah
tenangnya mengemudikan mobil tanpa menoleh atau tersenyum padaku. Kelelahan
jelas terlihat di kantung matanya yang meski dibalut kaca mata tetap saja tidak
menutupi lingkaran hitam di area mata. “ini bukan akhir yang kita harapkan”
ivan menyenderkan bahunya ke kursi, sambil menghela nafas panjang. Terlihat dia
sedang menyusun kalimat untuk selanjutnya dikatakan padaku, sementara aku masih
dengan gaya pantonim mendengarkan setiap perkataannya. Imajinasiku bermain, seperti flashback kebelakang. Ketika kami dengan hati tanpa beban mencari
lagu perpisahan yang akan kami nyanyikan ketika hari ini tiba, menghabiskan
waktu berdua, serta menyiapkan kata terakhir sebelum kami berpisah. Sekarang
sungguh ini terasa begitu menyakitkan. Aku sudah tidak mampu lagi berfikir,
padahal sudah kupersiapkan hari ini setelah pertengkaranku dengannya. “jangan minum
kopi lagi” dia mengambil cangkir kopi
dari tanganku, lalu dia mengeser bistik sapi kehadapanku “kamu harus
makan” katanya sambil tersenyum, aku tidak mampu menatap senyumnya lama –lama,
itu membuatku semakin tidak bisa mengikhlaskannya. “kenapa
kamu Cuma menatap, bukannya kamu selalu suka bistik sapi, seperti gumiho” dia
tertawa renyah, namun terkesan dipaksankan. “kapan harinya?” akhirnya aku
menatap matanya, “bulan depan”dia menjawab hampir seperti berbisik “baiklah”aku segera mengambil tasku
lalu bersiap meninggalkan ivan “jaga dirimu, jangan minum kopi dan main game
sampai begadang lagi” pesannya “makasih, tapi apapun yang kulakukan setelah
ini, bukan lagi urusanmu, ada yang lebih berhak mendapatkan perhatianmu
dibandingkan aku” hatiku mencelos ketika mengucapkannya, separuh akal sehatku
menyangsikan aku akan mampu lepas dari ivan tapi lebh dari itu gengsiku kembali
mencuat, aku tidak ingin lemah dimatanya, sekalipun setelahnya aku akan ke
apotik membeli semua jenis obat tidur agar aku melupakannya sambil
tertidur, dan berharap hari ini, yang
pernah kulalui bersama ivan hanya mimpi, meskipun itu mustahil. “aku tidak
pernah menjadikan kamu yang kedua ” dia
menekankan kata “kedua” dengan wajah kemerahan “lalu kenapa kamu tidak menikah
denganku?” dia terdiam “kamu tidak bisa menjawab kan” aku menahan airmataku aku
tidak ingin menangis dihadapannya, ini akan sangat memalukan buatku “sudahlah
van, berhenti untuk berfikir bahwa ini adalah keputusan yang adil buatku,
sekalipun kamu lebih mencintaiku dibanding dia toh pada akhirnya kamu lebih
memilih dia”bayangan wanita berbadan ramping dan lincah terbersit di kepalaku,
dia cantik dan pucat persis seperti
hantu yang begitu kuhindari. Aku berbalik meninggalkan dia. sungguh ini
bukanlah akhir yang kuinginkan. Kenapa seperti ini, aku menyadari sejak awal
konsekuensi apa yang harus kuhadapi, tapi kenapa begitu menyakitkan, bahkan di
ruangan ber ac saja aku merasa seperti tercekik, sulit buatku mengatur nafas,
pandanganku berputar. Dengan sisa –sisa
energi, aku berjalan cepat memasuki toilet menumpahkan semua kopi yang kuminum,
masih dengan dada yang sesak, aku terisak sambil memegang dadaku. Sungguh akhir
yang tragis.
Pantai yang putih, aku berdiri memandang ke
langit, udara yang tadi begitu dingin berangsur mulai hangat, seiring dengan
hadirnya sunrise, yang kurang begitu anggun dimataku. Hari ini ivan menikah,
mengikatkan diri hanya untuk satu perempuan. Yang artinya sudah tidak ada
harapan untukku bersamanya. Pantai mulai ramai, beberapa pasangan muda tertawa
– tawa sambil memperlihatkan keserasian
mereka. Ada kecemburuan ketika melihat
mereka. Tapi aku segera menepisnya, bukannya datang kesini adalah salah satu cara
agar aku mampu mengikhlaskan dia. Ada malu yang menyempil dihati, saat ini ivan
menantikan saat bahagia dalam hidupnya dikelilingi oleh orang –orang yang
menyayangi dia, sementara aku menyepi seorang diri membawa kegalauan berlarut
–larut tidakkah ini terdengar menyedihkan? . Aku harus bangkit, tidak adil
rasanya aku menghancurkan tubuhku untuk seorang pria yang saat ini mungkin
tidak mengingatku lagi. Sudah cukup selama ini aku berduka untuknya. Kuhirup
udara sebanyak – banyaknya, seperti ada harapan baru ketika udara pagi memenuhi
paru –paruku. Kutengok wajah kedua pasanngan muda, pada kertas berwarna marun,
ada Tanya yang tidak bisa kuungkapkan ketakutan bahwa tidak mampu lepas dari bayangan ivan, benarkah
demikan?. Memandangi orang- orang yang masih asik menikmati pantai sedikit
mencerahkan otakku. Sekilas ada ragu, tapi entah ada dorongan dari mana aku
melangkahkan kaki meninggalkan pantai, berlari kecil dengan harapan baru, wajah
pasangan itu tidak menjengkelkan lagi ketika aku memandang untuk terakhir
kalinya sebelum masuk ke bak sampah umum. Entah sampai kapan, aku tidak
tahu tetapi yang kupercaya bahwa waktu
akan menyembuhkan segalanya, tidak ada yang patut untuk disalahkan. Semua
adalah pilihanku sendiri, aku tidak akan menyesal pernah menghabiskan waktuku
dengan ivan tapi kupastikan ini adalah petualangan cinta rahasiaku untuk yang
terakhir kalinya.