Kamis, 07 Juni 2012

cerpen


Date: Monday,17 march 2012, 12:04
Hon, ada beberapa urusan yang urgent, jadi  minggu depan kita cancel ja yah,,,
Love you

Aku memandang layar komputerku dengan perasaan  tak menentu, ini bukan kali pertama aku jadi yang kedua diantara semua orang sekelilingnya, tapi ini sudah keterlaluan, apa dia sama sekali tidak merindukan aku, apa hanya aku yang memiliki perasaan  padanya. 
“say, kamu ngak makan ?” erina menjoel pundakku
“oh aku ada janji ma temen ku”aku segera mematikan monitor komputerku,  hingga erina mengeluarkan bunyi cit, yang aku sadar itu cirri khas erina jika sedang terkejut
“kenapa, udah lupa caranya matiin computer dengan  benar?”tanyanya sambil  memandang aneh padaku, yang kuanggap sebagai dukungan untuk melakukan hal yang lebih aneh lagi, aku segera menekan tombol cpu,
“ini baru yang benar”jawabku puas sambil melirik kea rah erina yang hanya tersenyum sinis, sambil menepuk pundakku dan berlalu pergi. 
Sebuah sms dari nita, semakin mempercepat langkahku. Dengan kepala kosong tanpa berpikir apapun aku sudah sampai di sebuah mall yang lumayan jauh dari kantorku.  Sebuah peragaan bridal dengan merk terkenal  segera menarik perhatianku. Aku ingin sekali berjejal dengan wanita muda yang sibuk mengkritik  setiap busana yang dipakai oleh  para model. Ada sebuah stan yang khusus memberikan diskon hingga 50%. Sebagai wujud syukur dari sang desainer yang mampu mempertahankan brandnya selama 25 tahun. Tapi sesuatu menahan langkahku, ketika kulihat seorang wanita yang  tak   asing bagiku ikut berpartisipasi di stan tersebut. Dengan gaya yang lincah dia berjalan mengambil setiap helai gaun pengantin yang dirasa cocok untuk dicobanya. Jantungku berhenti sesaat  apakah ini waktunya, bathinku bertanya,  yang langsung diiyakan oleh otakku.  
“where are you?”suara  nita langsung terdengar kesal ketika mengangkat tlp darinya
“aku udah sampai, tunggu sebentar” jawabku langsung mematikan hapeku
Nita segera malambai ketika aku memasuki sebuah resto  bernuansa minimalis
“lama banget”  katanya  sebelum aku mendaratkan pantatku di sofa
“biasa, kerjaan” balasku sekenanya
“selalu” katanya sambil jarinya sibuk  memainkan sedotan  jus sirsak                         
“gimana kabarmu, kayaknya baik –baik  aja”aku tersenyum padanya
“yah gitu deh,  eh aku udah pesenin kamu makan plus capucinno, kamu suka kan?” tanyanya segera ketika aku melambai tangan untuk memanggil para waitress yang sibuk mondar – mandir membawa nampan
“waww  kamu pesenin aku apa?” tanyaku sambil melipat kedua tanganku
“tuh udah datang” kata  nita menunjuk seorang waitress  membawa nanpan, aku segera meng-yes ketika melihat menu yang di pesan nita tau aja dia aku pengen chapcay 
“bagaimana sama rencana back to school mu “kataku sambil memasukkan suapan pertamaku
“yah udah diterima sih proposal aku” nita mengaduk jusnya
“wahh,,selamat yah”  hidup memang lucu, dari dulu aku selalu mengharapkan untuk dapat melanjutkan sekolah seinggi –tinginya, tidak hanya stak sampai di s1, sementara nita terlihat ogah –ogahan setiap kali aku menyinggung  rencana melanjutkan sekolah,  tapi sekarang  justru dialah yang melanjutkan sekolahlah.
“kamu kapan mau nyusul aku?” nita bertanya dengan nada serius
“hmm,,kapan yah? Mungkin nanti atau ngak sama sekali haha” aku tertawa nyinyir untuk diriku sendiri
“kamu selalu gitu, setiap aku serius kamu becanda”  nita berkata  dengan bosan
“hahaha,  eh kamu  ngak pesen makan? “ tanyaku mencoba mengalihkan pembicaraan serius aku yakin jika aku terus meladeni nita, acara makan siangku bisa rusak
Nita menghel napas, lalu ia meraih sesuatu dari dalam tasnya, sebuahh   kotak kayu berbentuk kubus, disodorkannya padaku
“apa ini? Oleh – oleh ?” aku segera membuka kotak cream yang berukiran abstrak, didalamnya terdapat  satu set perhiasan  wanita  dengan bentuk yang  indah
“itu dari  ivan, kemarin  dia minta aku temenin dia nyari kado buat kamu, kirain baju, buku atau tas eh ngak taunya mas kawin  di beli” terjadi jeda ketika nita  mengunyah  capcayku
“emm enak yah,, aku pengen pesen juga” kata  nita sambil bersiap memasukkan suapan kedua
“sebenarnya ada something,  yang harus kamu  tau” deg seketika aku merasa ada sesuatu yang buruk akan menimpaku
“kemarin aku ke gap sama nyai, pas aku milih milih tuh perhiasan  hebatnya ivan lansung tanggap  dia jelasin gitu sama nyai kalau dia kebetulan ketemu aku  terus bantu nyari kado gitu buat nikahan mia, hmm jago juga dia buat cerita secepat itu”
“dia percaya” sedikit ada ketakutan pada suaraku, nita menatapku  12 tahun bersama –sama dia pasti mengerti ketakutanku
“aku ngak begitu yakin tapi sepertinya dia percaya, meskipun dia sedikit jaga jarak sama aku”
Aku mengendarai mobilku dengan pikiran penuh, kotak berbentuk kubus itu kuletakkan dengan pasra di sampingku, sepintas ada  sedikit kebahagiaan ketika aku menatapnya tapi persaanku sedikit terusik dengan perkataan nita sebelum kami berpisah “aku ngak gitu ngerti pasti sama perasaanku , ada sedikit penyesalan, kayak ada kaca besar pas aku ngeliat nyai, aku pernah diposisinya, sakit banget kamu taukan?” aku tidak menjawabnya kubiarkan nita melanjutkan perkataannya “putus sekarang itu lebih baik  daripada nanti, dan sakitnya kamu ngak akan sesakit pas kamu habis waktu sama ivan” kata nita matanya berkaca –kaca, aku tau dia begitu peduli padaku.  Nita bukanlah orang yang suka mencapuri urasan orang lain,  dia adalah orang yang bisa kupercaya. Dia selalu mendukungku, namun untuk masalah percintaan segitigaku, nita hanya diam. Dia tidak menjudge   seperti kebayakan orang karena berselingkuh dengan tunangan wanita lain aku sadar dengan diamnya dia, berarti dia tidak mendunkungku, dia hanya mencoba memahami, bahwa bukan cinta yang salah hanya situasi saja yang jauh dari keditakberuntunganku. Namun sepertinya pertemuannya dengan nyai menyentuh sisi wanitanya, sebagai wanita yang pernah diduakan dia tahu betul bagaimana rasanya penghianatan,  maka aku tidak membencinya karna menyuruhku untuk memutuskan hubungan dengan ivan.
Getar dihpku sedikit mengangetkanku, my lovely tertera di layarnya
“yah beb , kataku setelah memasang hadset di telingaku dan menepikan mobilku
“udah dapat hadiah dari aku” kata suara baritone  itu
“udah,  aku suka, tapi apa ini ngak berlebihan” aku melirik kotak cream itu
“ngak da yang berlebihan kalo buat kamu” jawabnya, aku hanya tersenyum
“aku kangen kamu beb, apa kamu ngak da  waktu buat ketemu aku” aku mengigit bibir bawahku
“aku juga kangen, tapi kamu harus ngertilah, aku ngak bisa
“apa satu hari aja ngak bisa” aku segera menyelanya
“kamu harus mengerti saat seperti ini, kita pasti akan bertemu” dia menjelaskan dengan sabar, seperti biasa,
“sampai kapan aku harus mengerti, aku selalu jadi prioritas sekian buat kamu” kataku membuka isi kepalaku
“yah ampun, beb harus berapa kali sih aku bilang ke kamu aku juga pengen ketemu, aku juga kangen, tapi situasinya ngak memungkinkan,
“tapi kamu sudah janji sama aku” aku membentaknya untuk pertama kalinya, dia diam sejenak, aku yakin dia tidak menyangka aku bisa sekasar itu padanya tapi aku tidak peduli, emosiku sudah di ubun –ubun
“selama kita beda kota, kamu selalu ketemu dia, kenapa satu hari aja ngak bisa padahal kita udah satu kota, kamu ngak adil van” airmataku sudah hampir tumpah tapi aku menahannya, dan dia lagi – lagi tidak menyahutiku  “kamu kan sudah janji van, minggu ini kamu bakal temenin aku seharian” airmataku mulai tumpah
“iyah makanya aku minta maaf, aku ngak tau sama sekali kalau ada rencana ibu barbeqyu sama keluarganya ista, kalo aku ngak da di situ apa kata mereka nanti” dia memelankan suaranya, memcoba membuatku mengerti. Tapi tetap saja aku tidak memahami, bukannya selama ini aku yang banyak berkorban, untuk apa sekarang aku harus mengerti.
“aku ngak mau tahu, pokoknya minggu harinya aku sama kamu” kataku dengan nada mengancam, ivan menghela nafas dengan berat. “ maaf” katanya perlahan, airmataku tumpah ruah seketika, aku menggigit bibir bawahku. tanpa berfikir dua kali aku menarik headset dari kupingku, aku benar –benar kecewa dengan jawaban ivan. Sekitar hamper 2 tahun aku menjalin cinta rahasia dengannya, ivan adalah pria yang selama ini aku harapkan dia seperti jawaban dari doaku, dia menarik meski tidak tampan, pekerja keras, romantic di saat- saat tidak terduga, dan cara berfikirnya yang dewasa. Hanya saja aku bertemu dengan dia ketika dia sudah menjalin kasih dengan ista. Perempuan yang sudah dipacarinya sejak sma,  kata ivan ista termasuk wanita yang bisa diandalkan, hanya saja sifat over protectif yang dimiliki ista sering kali membuat ivan jenuh. Nita juga mengakui itu, ista selalu mencembrui setiap wanita yang dekat dengan ivan, sampai –sampai teman wanita ivan tidak ada yang mau menumpang mobil dengan ivan. Perkenalanku dan ivan terbilang cukup singkat, nita yang memperkenalkan kami saat ulang tahun nita. Tidak ada kesan istimewa yang kutangkap dari sosok ivan saat itu. Dan hari hari berikutnya aku sudah melupakan perkenalanku dengannya. Sampai ketika  aku membuka twitter ada 3 orang yang memfolowku, 2 teman sma, dan ivan.  Aku cukup terkejut tapi aku menfolback juga. Sejak hari itu entah siapa yang duluan memulai aku dan ivan jadi dekat.  Ketika aku sedang jenuh dengan pekerjaanku, ivan selalu ada menjadi menjadi teman curhat yang menyenangkan. Dia memberikan perhatian layaknya seorang teman. Nita yang mengetahui kedekatanku dengan ivan saat itu hanya memandangku sambil memperingatkanku bahwa ivan sudah memiliki tunangan yang begitu posesif, jadi jangan terlalu dekat dengan ivan karena sama saja mencari perkara. Tapi aku tak peduli bukankah aku hanya berteman dan aku menikmati persahabatanku?. Sampai akhirnya jalinan itu terjadi begitu saja, entah siapa yang memulai. Tanpa ada kata cinta atau makan malam romantic komitmen itu terjadi begitu saja.  Bukannya aku bersikap buta bahwa aku tidak mengetahui ivan sudah memiliki tunangan. Hanya saja saat itu aku merasa aku tidak bisa berpisah, aku sudah bergantung lebih dari yang kukira pada ivan. Makanya aku tidak keberatan jadi yang kedua, aku juga sadar, sedalam dan selama apapun hubunganku dengan ivan, dia telah menentukan pilihan ikrarnya hanya untuk seorang wanita, dan itu bukan aku. 
Aku menangis di dalam mobilku, yang kuparkir dengan asal di dekat taman bermain. Beberapa kali aku mendengar hpku berdering. Pasti dari kantor. Aku menyibakkan rambutku yang basa terkena airmata. tidak mungkin rasanya kembali ke kantor dalam keadaan mengenaskan seperti ini,  mata sembab, hidung penuh dengan cairan dan tentu saja pikiran kacau. Setelah mampu menguasai diri,  kutengok hpku ada 5 panggilan tak terjawab dari erina, beserta dengan bbm plus ping pingan dari erina.  segera kubalas  bbmnya mengatakan aku tidak bisa kembali ke kantor
Pantai parangtritis, tampak begitu lusuh dimataku, padahal suasanya subuhnya lumayan indah. Aku menengok jam pukul 4.00 wita, sejak aku tiba semalam di Yogyakarta, tidak semenit pun aku memajamkan mata. Hpku kunonaktifkan, aku benar –benar  ingin cuti kali ini tidak ada yang mengganguku, terlebih nita. Sebuah undangan berwarna merah marun di depannya terlihat photo ivan dan ista dengan senyum lebar memperlihatkan kebahagiaan,  masih saja kugengam sambil mengelilingi pantai dengan kepala kosong.
“aku minta maaf” dia kembali mengulangi kalimatnya. Masih dengan tatapan sendunya dan  itonasi suara yang sama. Jelas aku merasakan ketulusan pada ucapannya. Tapi lagi – lagi aku hanya mampu meneguk kopiku, tanpa mampu mengeluarkan sepatah kata. Ini pertemuan pertamaku setelah kami bertengkar hebat 2 minggu yang lalu. Ivan datang ke kantorku, mengagetkan aku yang masih kekueh pada gengsiku. Selama perjalan kami tidak mengobrolkan apapun, meskipun aku begitu ingin menyentuhnya. Sementara dia dengan wajah tenangnya mengemudikan mobil tanpa menoleh atau tersenyum padaku. Kelelahan jelas terlihat di kantung matanya yang meski dibalut kaca mata tetap saja tidak menutupi lingkaran hitam di area mata. “ini bukan akhir yang kita harapkan” ivan menyenderkan bahunya ke kursi, sambil menghela nafas panjang. Terlihat dia sedang menyusun kalimat untuk selanjutnya dikatakan padaku, sementara aku masih dengan gaya pantonim mendengarkan setiap perkataannya. Imajinasiku bermain,  seperti flashback kebelakang.  Ketika kami dengan hati tanpa beban mencari lagu perpisahan yang akan kami nyanyikan ketika hari ini tiba, menghabiskan waktu berdua, serta menyiapkan kata terakhir sebelum kami berpisah. Sekarang sungguh ini terasa begitu menyakitkan. Aku sudah tidak mampu lagi berfikir, padahal  sudah kupersiapkan hari ini  setelah pertengkaranku dengannya. “jangan minum kopi lagi” dia mengambil cangkir kopi   dari tanganku, lalu dia mengeser bistik sapi kehadapanku “kamu harus makan” katanya sambil tersenyum, aku tidak mampu menatap senyumnya lama –lama, itu membuatku semakin tidak bisa mengikhlaskannya.   “kenapa kamu Cuma menatap, bukannya kamu selalu suka bistik sapi, seperti gumiho” dia tertawa renyah, namun terkesan dipaksankan. “kapan harinya?” akhirnya aku menatap matanya, “bulan depan”dia menjawab hampir seperti  berbisik “baiklah”aku segera mengambil tasku lalu bersiap meninggalkan ivan “jaga dirimu, jangan minum kopi dan main game sampai begadang lagi” pesannya “makasih, tapi apapun yang kulakukan setelah ini, bukan lagi urusanmu, ada yang lebih berhak mendapatkan perhatianmu dibandingkan aku” hatiku mencelos ketika mengucapkannya, separuh akal sehatku menyangsikan aku akan mampu lepas dari ivan tapi lebh dari itu gengsiku kembali mencuat, aku tidak ingin lemah dimatanya, sekalipun setelahnya aku akan ke apotik membeli semua jenis obat tidur agar aku melupakannya sambil tertidur,  dan berharap hari ini, yang pernah kulalui bersama ivan hanya mimpi, meskipun itu mustahil. “aku tidak pernah menjadikan kamu yang kedua  ” dia menekankan kata “kedua” dengan wajah kemerahan “lalu kenapa kamu tidak menikah denganku?” dia terdiam “kamu tidak bisa menjawab kan” aku menahan airmataku aku tidak ingin menangis dihadapannya, ini akan sangat memalukan buatku “sudahlah van, berhenti untuk berfikir bahwa ini adalah keputusan yang adil buatku, sekalipun kamu lebih mencintaiku dibanding dia toh pada akhirnya kamu lebih memilih dia”bayangan wanita berbadan ramping dan lincah terbersit di kepalaku, dia cantik  dan pucat persis seperti hantu yang begitu kuhindari. Aku berbalik meninggalkan dia. sungguh ini bukanlah akhir yang kuinginkan. Kenapa seperti ini, aku menyadari sejak awal konsekuensi apa yang harus kuhadapi, tapi kenapa begitu menyakitkan, bahkan di ruangan ber ac saja aku merasa seperti tercekik, sulit buatku mengatur nafas, pandanganku berputar. Dengan  sisa –sisa energi, aku berjalan cepat memasuki toilet menumpahkan semua kopi yang kuminum, masih dengan dada yang sesak, aku terisak sambil memegang dadaku. Sungguh akhir yang tragis.
 Pantai yang putih, aku berdiri memandang ke langit, udara yang tadi begitu dingin berangsur mulai hangat, seiring dengan hadirnya sunrise, yang kurang begitu anggun dimataku. Hari ini ivan menikah, mengikatkan diri hanya untuk satu perempuan. Yang artinya sudah tidak ada harapan untukku bersamanya. Pantai mulai ramai, beberapa pasangan muda tertawa –  tawa sambil memperlihatkan keserasian mereka. Ada kecemburuan ketika  melihat mereka. Tapi aku segera menepisnya, bukannya datang kesini adalah salah satu cara agar aku mampu mengikhlaskan dia. Ada malu yang menyempil dihati, saat ini ivan menantikan saat bahagia dalam hidupnya dikelilingi oleh orang –orang yang menyayangi dia, sementara aku menyepi seorang diri membawa kegalauan berlarut –larut tidakkah ini terdengar menyedihkan? . Aku harus bangkit, tidak adil rasanya aku menghancurkan tubuhku untuk seorang pria yang saat ini mungkin tidak mengingatku lagi. Sudah cukup selama ini aku berduka untuknya. Kuhirup udara sebanyak – banyaknya, seperti ada harapan baru ketika udara pagi memenuhi paru –paruku. Kutengok wajah kedua pasanngan muda, pada kertas berwarna marun, ada Tanya yang tidak bisa kuungkapkan ketakutan bahwa tidak  mampu lepas dari bayangan ivan, benarkah demikan?. Memandangi orang- orang yang masih asik menikmati pantai sedikit mencerahkan otakku. Sekilas ada ragu, tapi entah ada dorongan dari mana aku melangkahkan kaki meninggalkan pantai, berlari kecil dengan harapan baru, wajah pasangan itu tidak menjengkelkan lagi ketika aku memandang untuk terakhir kalinya sebelum masuk ke bak sampah umum. Entah sampai kapan, aku tidak tahu  tetapi yang kupercaya bahwa waktu akan menyembuhkan segalanya, tidak ada yang patut untuk disalahkan. Semua adalah pilihanku sendiri, aku tidak akan menyesal pernah menghabiskan waktuku dengan ivan tapi kupastikan ini adalah petualangan cinta rahasiaku untuk yang terakhir kalinya.